Selasa, 18 Agustus 2009

Anak Jalanan

“Anak Jalanan Juga Butuh Pendidikan yang Layak, Bagaimana Caranya???


Dewasa ini, pertumbuhan anak jalanan di Indonesia semakin meningkat, terutama di kota-kota besar. Jakarta adalah salah satu contoh, di mana kita akan sangat mudah menemui anak jalanan di berbagai tempat, mulai dari perempatan lampu merah, stasiun kereta api, terminal, pasar, pertokoan, dan bahkan mal. Komposisi masyarakat yang terlantar umumnya terdiri dari anak-anak dan lansia. Pada tahun 2006 terdapat 78,96 juta anak di bawah usia 18 tahun, 35,5% dari total seluruh penduduk Indonesia. Sebanyak 40% atau 33,16 juta diantaranya tinggal di perkotaan dan 45,8 juta sisanya tinggal di perdesaan. Sebagian besar anak-anak ini berasal dari keluarga miskin dan tertinggal, yang tidak mempunyai kemampuan untuk memberdayakan dirinya, sehingga rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, ketimpangan gender, perdagangan anak dan lain-lain. Menurut laporan Depsos pada tahun 2004, sebanyak 3.308.642 anak termasuk ke dalam kategori anak terlantar.

Menurut UUD 1945 pasal 34 ayat 1 dengan jelas mengamanatkan, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Dengan prosentase anak jalanan yang cukup tinggi, sudah sepantasnya pemerintah bertanggungjawab atas hal ini, terutama di bidang pendidikan. Karena anak-anak jalanan juga mempunyai hak mendapatkan pendidikan yang layak, sehingga semua potensi yang ada dalam diri mereka dapat tergali secara maksimal. Anak jalanan tidak cukup apabila hanya dibekali pendidikan umum, tetapi pendidikan agama juga diperlukan.

Maju atau tidaknya suatu bangsa bergantung pada pemuda. Apabila kualitas pemuda di suatu bangsa mumpuni, tentunya citra bangsa tersebut akan terangkat dan diperhitungkan oleh bangsa lain. Oleh karena itu, anak jalanan sebagai bagian dari pemuda tentunya berhak mendapatkan perlakuan yang sama dengan anak-anak lain pada umumnya termasuk juga dalam bidang pendidikan. Model pendidikan anak jalanan tidak dapat disamakan dengan model pendidikan anak-anak pada umumnya. Dikarenakan banyaknya perbedaaan di antara keduanya. Anak-anak jalanan lebih cenderung liar dibandingkan dengan anak-anak biasa. Sehingga perlu model pembelajaran yang efektif untuk dapat diterima dengan mudah oleh anak-anak jalanan. Salah satunya adalah “home visit education” sebagai model pendidikan alternatif yang tepat bagi anak jalanan.

Model pendidikan ini adalah para penyelenggara program pembelajaran atau tutor melakukan kunjungan rumah untuk mencari tahu kebutuhan belajar permasalahan-permasalahan yang riil yang dialami atau dihadapi warga belajar, terutama yang berkaitan dengan persoalan yang melingkupi kehidupan di rumah, yang dapat mengganggu atau menghambat proses pembelajaran warga belajar. Namun tidak berlaku bagi anak jalanan, yang terpenting adalah para tutor melakukan kegiatan belajar dengan mengunjungi tempat mangkal anak jalanan. Kemudian setelah itu dibuatkan rumah yang khusus untuk pendidikan anak jalanan. Karena mereka cenderung tidak mengurusi pendidikan, yang terpenting adalah sehari dapat makan. Sehingga kita wajib peduli terhadap semua yang ada disekitar kita.

Pendidikan islami diberikan dengan garis horizontal dan vertical. Secara tidak langsung mereka akan tergugah hatinya. Tutor menjelaskan hubungan horizontal, yakni hubungan kita dengan sesama dan lingkungan. Sedangkan garis vertical menhubungkan kita dengan sang pencipta. Perlahan-demi perlahan anak jalanan akan mengerti. Namun juga tidak lupa memberikan pendidikan umum sehingga balance (seimbang) antara keduanya.

Model kerja “menggaruk” yang biasa dilakukan oleh satpol PP kepada semua anak jalanan adalah kurang begitu baik karena akan mematikan suatu potensi yang dimiliki oleh anak jalanan. Namun dengan pemberian model ini akan menjadikan lebih efektif dengan tidak “membunuh” kreasi. Dengan pemberian sosialisasi/ penyuluhan, maka anak jalanan akan menjadi lebih mengerti akan pentingnya pendidikan.

Untuk menjadikan suasana belajar menjadi lebih efektif, maka perlu suatu suntikan motivasi. Seperti diberi hadiah, pujian serta yang lainnya agar mereka lebih antusias. Seorang tutor dapat juga berfungsi sebagai pendakwah. Apabila tutor dapat menyampaikan materi dengan luwes dan mudah diterima tentunya tutor akan semakin mudah menyampaikan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keislaman, disamping ilmu umum. Karena tolak ukur kemajuan suatu bangsa serta keberhasilan pemerintah juga dilihat dari pendidikan. Apabila pendidikan rendah, dapat dipastikan suatu bangsa tersebut mengalami “kebobrokan”, terutama kebobrokan moral.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon komentar dengan sopan,,
terima kasih